rss
twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

KONSEP DASAR DAN DIMENSI KURIKULUM

Makalah Konsep dan Dimensi Kurikulum

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirohim

Segala puji bagi allah yang menguasai semesta alam. Solawat dan salam
senantiasa kami sanungkan kepada Khataman Nabiyin Muhammad SAW, berserta
keluarganya dan para sehabatnya.
Kami bersyukur dapat menelesaikan Makalah judul “KONSEP DASAR DAN DIMENSI KURIKULUM” ini , kami menyadari tentunya Makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan baik penyajian  dan penyusunannya, hal ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami terutama dalam penulisan Makalah ini, karenaya saran dan kertik yang bersifat membangun kami harapan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih  kepada semua pihak yang ikut membantu dalam penyusunan Makalah ini semoga segala sumbangsih oleh Allah SWT. Ahirnya semoga Makalah ini dapat bermanpaat bagi kita semua khususnya bagi kami selaku penulis, Amin

Menes,             Maret 2015



Penyusun



BAB I
KONSEP DASAR KURIKULUM

A.   Pengertian  Kurikulum
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan tradisional (klasik), kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah (Hilda Taba, 1962; Zais, 1976; Nana Sudjana, 1996; Nana S. Sukmadinata, 1997). Pelajaran-pelajaran apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. Sedangkan dalam pandangan modern, arti kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan       (J. Galen Saylor & William M. Alexander,1956; Ronald C. Doll, 1974).
Dalam hal ini, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa untuk mencari rumusan kurikulum dapat ditinjau dari empat dimensi, yaitu : (1) kurikulum sebagai suatu ide; (2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; (3) kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Dalam konteks pendidikan nasional, secara formal kurikulum lebih diartikan sebagai suatu rencana atau dokumen tertulis. Hal ini bisa dilihat dari pengertian kurikulum sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, yang berbunyi bahwa “ kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

B.    Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah,  pendidik mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan pengajaran atau sekarang lebih dikenal dengan istilah pembelajaran.Kegiatan pembelajaran diwujudkan dalam bentuk  interaksi  antara pendidik dengan peserta didik. Peserta didik memiliki tugas pokok belajar yakni berusaha memperoleh perubahan perilaku atau pencapaian kemampuan tertentu berdasarkan pengalaman belajarnya yang diperoleh dalam  berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, pendidik berupaya “menyampaikan” sejumlah isi dan bahan pembelajaran kepada peserta didik melalui proses atau cara tertentu, serta melaksanakan evaluasi untuk mengetahui proses dan hasil pembelajaran, yang keseluruhannya dikemas dalam bentuk kurikulum. Dengan demikian, kurikulum dapat dikatakan sebagai salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan



BAB II
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Terdapat beberapa faktor yang melandasi pengembangan kurikulum. Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat faktor, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan  (4) iptek.  Robert  S. Zais dalam Asep Herry Hernawan dkk, (2002) mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : phylosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual, and learning theory.  Pada bagian lain, dikemukakan pula pendapat  dari Tyler tentang landasan pengembangan kurikulum yang mencakup: (1) studies of learner (2) sugestions from subjectspecialist; (3) studies of contemporary life; (4) use of psychology of learning; dan (5) use of phylosophy. Berkenaan dengan pengembangan Kurikulum 2004, Ella Yulaelawati (2003) mengemukakan lima landasan, yaitu : (1) filosofis; (2) yuridis; (3) sosiologis; (4) empirik; dan (5) landasan teori. Selanjutnya, di bawah ini akan diuraikan tiga faktor utama yang melandasi kurikulum, yaitu : filosofis, psikologis dan Sosial-Budaya-IPTEK

 A.   Landasan Filosofis
         Filsafat  memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme,  dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak   pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan  dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan  pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat  pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
Essensialisme  menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
Eksistensialisme menekankan pada individu  sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami  dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan :  bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses.  Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.  Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan  untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini  menekankan pada hasil belajar dari pada proses
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum,  penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.
B.   Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua  bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu,  yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.  Psikologi belajar  merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang  5 tipe kompetensi, yaitu :               
1.    Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
2.    Bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.   
3.    Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;                   
4.    Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan       
5.    Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif  lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan. Kelima kompetensi tersebut dapat diragakan dalam gambar berikut :
Masih dalam konteks  Kurikulum 2004,  E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik,  Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum 2004, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.

C.   Landasan Sosial-Budaya-IPTEK
        Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan   pelaksanaan  dan hasil pendidikan. Kita maklum bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.  Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan  yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat.   Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat  untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.     
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi  yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang  
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang  tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo  berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
Berkenaan dengan pengembangan Kurikulum 2004, Ella Yulaelawati memaparkan kondisi-kondisi sosiologis yang terjadi saat ini. Dikemukakan, bahwa kurikulum perlu merespons terhadap perubahan yang terjadi dalam interaksi masyarakat lokal  dan masyarakat global.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal. 
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian. Kurikulum  juga perlu memuat isu-isu global, seperti : demokrasi, hak dan kewajiban manusia, isu lingkungan, dan peningkatan konsensus terhadap nilai-nilai lokal dan universal.





BAB III
KOMPONEN - KOMPONEN KURIKULUM
Kurikulum terdiri dari beberapa komponen. Nana Syaodih Sukmadinata  (1997) menyebutkan empat komponen, yaitu : (1) tujuan; (2) isi atau materi; (3) proses atau sistem penyampaian dan media, dan (4) evaluasi. Sementara itu,  Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima komponen kurikulum yaitu : (1) tujuan; (2) materi; (3) metode; (4) organisasi kurikulum; (5) evaluasi.
Sedangkan dalam Kurikulum 2004 terdapat empat komponen kurikulum, yaitu :
1.   Kurikulum dan Hasil Belajar; memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun. Kurikulum dan Hasil Belajar ini memuat kompetensi, hasil belajar, dan indikator dari TK dan RA sampai dengan Kelas XII;
2.   Penilaian Berbasis Kelas; memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta peta kemajuan belajar peserta didik dan pelaporan;
3.   Kegiatan Belajar Mengajar; memuat gagasan-gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran yang untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik; dan
4.   Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah; memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan pembentukan jaringan kurikulum (curriculum council), pengembangan perangkat kurikulum (a.l. silabus), pembinaan profesional tenaga kependidikan, dan pengembangan sistem informasi kurikulum.
Keempat komponen Kurikulum 2004 tersebut dapat divisualisasikan sebagai berikut 
Masih dalam konteks  Kurikulum 2004,  E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik,  Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum 2004, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.





. C.   Landasan Sosial-Budaya-IPTEK
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan   pelaksanaan  dan hasil pendidikan. Kita maklum bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.  Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan  yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat.   Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat  untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi  yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang  
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang  tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo  berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
Berkenaan dengan pengembangan Kurikulum 2004, Ella Yulaelawati memaparkan kondisi-kondisi sosiologis yang terjadi saat ini. Dikemukakan, bahwa kurikulum perlu merespons terhadap perubahan yang terjadi dalam interaksi masyarakat lokal  dan masyarakat global.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada
Pergeseran tatanan  sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal. 
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian. Kurikulum  juga perlu memuat isu-isu global, seperti : demokrasi, hak dan kewajiban manusia, isu lingkungan, dan peningkatan konsensus terhadap nilai-nilai lokal dan universal.

BAB IV
KOMPONEN - KOMPONEN KURIKULUM
Kurikulum terdiri dari beberapa komponen. Nana Syaodih Sukmadinata  (1997) menyebutkan empat komponen, yaitu : (1) tujuan; (2) isi atau materi; (3) proses atau sistem penyampaian dan media, dan (4) evaluasi. Sementara itu,  Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima komponen kurikulum yaitu : (1) tujuan; (2) materi; (3) metode; (4) organisasi kurikulum; (5) evaluasi.
Sedangkan dalam Kurikulum 2004 terdapat empat komponen kurikulum, yaitu :

1.   Kurikulum dan Hasil Belajar; memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun. Kurikulum dan Hasil Belajar ini memuat kompetensi, hasil belajar, dan indikator dari TK dan RA sampai dengan Kelas XII;
2.  Penilaian Berbasis Kelas; memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai akuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi/hasil belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta peta kemajuan belajar peserta didik dan pelaporan;
3.  Kegiatan Belajar Mengajar; memuat gagasan-gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran yang untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik; dan

4.  Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah; memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan pembentukan jaringan kurikulum (curriculum council), pengembangan perangkat kurikulum (a.l. silabus), pembinaan profesional tenaga kependidikan, dan pengembangan sistem informasi kurikulum.
Keempat komponen Kurikulum 2004 tersebut dapat divisualisasikan sebagai berikut 


0 comments:

Post a Comment