Makalah Konsep dan Dimensi Kurikulum
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirohim
Segala puji bagi allah yang menguasai semesta alam. Solawat
dan salam
senantiasa kami sanungkan kepada Khataman Nabiyin Muhammad SAW, berserta
keluarganya dan para sehabatnya.
senantiasa kami sanungkan kepada Khataman Nabiyin Muhammad SAW, berserta
keluarganya dan para sehabatnya.
Kami bersyukur dapat menelesaikan Makalah judul “KONSEP DASAR DAN DIMENSI KURIKULUM” ini
, kami menyadari tentunya Makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan
baik penyajian dan penyusunannya, hal
ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami terutama dalam penulisan
Makalah ini, karenaya saran dan kertik yang bersifat membangun kami harapan
dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu dalam
penyusunan Makalah ini semoga segala sumbangsih oleh Allah SWT. Ahirnya semoga
Makalah ini dapat bermanpaat bagi kita semua khususnya bagi kami selaku
penulis, Amin
Menes, Maret 2015
Penyusun
BAB I
KONSEP DASAR KURIKULUM
A. Pengertian Kurikulum
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli
mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan tradisional (klasik),
kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah (Hilda Taba,
1962; Zais, 1976; Nana Sudjana, 1996; Nana S. Sukmadinata, 1997). Pelajaran-pelajaran apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum.
Sedangkan dalam pandangan modern, arti kurikulum lebih dianggap sebagai suatu
pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan (J.
Galen Saylor & William M. Alexander,1956; Ronald C. Doll, 1974).
Dalam hal ini, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa
untuk mencari rumusan kurikulum dapat ditinjau dari empat dimensi, yaitu : (1)
kurikulum sebagai suatu ide; (2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis,
sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; (3) kurikulum sebagai
suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana
tertulis; dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari
kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Dalam konteks pendidikan nasional, secara formal kurikulum lebih diartikan
sebagai suatu rencana atau dokumen tertulis. Hal ini bisa dilihat dari
pengertian kurikulum sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, yang berbunyi bahwa “ kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
B. Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, pendidik mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan pengajaran atau sekarang lebih dikenal dengan istilah pembelajaran.Kegiatan pembelajaran diwujudkan dalam bentuk interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Peserta didik memiliki tugas pokok belajar yakni berusaha memperoleh perubahan perilaku atau pencapaian kemampuan tertentu berdasarkan pengalaman belajarnya yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, pendidik berupaya “menyampaikan” sejumlah isi dan bahan pembelajaran kepada peserta didik melalui proses atau cara tertentu, serta melaksanakan evaluasi untuk mengetahui proses dan hasil pembelajaran, yang keseluruhannya dikemas dalam bentuk kurikulum. Dengan demikian, kurikulum dapat dikatakan sebagai salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, pendidik mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan pengajaran atau sekarang lebih dikenal dengan istilah pembelajaran.Kegiatan pembelajaran diwujudkan dalam bentuk interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Peserta didik memiliki tugas pokok belajar yakni berusaha memperoleh perubahan perilaku atau pencapaian kemampuan tertentu berdasarkan pengalaman belajarnya yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, pendidik berupaya “menyampaikan” sejumlah isi dan bahan pembelajaran kepada peserta didik melalui proses atau cara tertentu, serta melaksanakan evaluasi untuk mengetahui proses dan hasil pembelajaran, yang keseluruhannya dikemas dalam bentuk kurikulum. Dengan demikian, kurikulum dapat dikatakan sebagai salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan
BAB
II
LANDASAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Terdapat beberapa
faktor yang melandasi pengembangan kurikulum. Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
mengemukakan empat faktor, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3)
sosial-budaya; dan (4)
iptek. Robert S. Zais dalam
Asep Herry Hernawan dkk, (2002) mengemukakan empat landasan pengembangan
kurikulum, yaitu : phylosophy
and the nature of knowledge, society and culture, the individual, and learning
theory. Pada bagian
lain, dikemukakan pula pendapat dari
Tyler tentang landasan pengembangan kurikulum yang mencakup: (1) studies of learner; (2) sugestions
from subjectspecialist; (3) studies
of contemporary life; (4) use
of psychology of learning; dan (5) use
of phylosophy. Berkenaan dengan pengembangan Kurikulum 2004, Ella
Yulaelawati (2003) mengemukakan lima landasan, yaitu : (1) filosofis; (2)
yuridis; (3) sosiologis; (4) empirik; dan (5) landasan teori. Selanjutnya,
di bawah ini akan diuraikan tiga faktor utama yang melandasi kurikulum, yaitu :
filosofis, psikologis dan Sosial-Budaya-IPTEK
A. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari
pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran
absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini
lebih berorientasi ke masa lalu.
Essensialisme menekankan pentingnya
pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik
agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata
pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang
berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,
essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
Eksistensialisme menekankan pada
individu sebagai sumber
pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti
memahami dirinya sendiri.
Aliran ini mempertanyakan : bagaimana
saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada
peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi
pengembangan belajar peserta didik aktif.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban
manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan
individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan
tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan
mempertanyakan untuk apa
berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut
aliran ini menekankan pada
hasil belajar dari pada proses
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan
tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung
dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan
berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.
B. Landasan Psikologis
Nana Syaodih
Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari
pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi
belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang
perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi
perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan,
aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal
lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi
belajar merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek
perilaku individu lainnya dalam
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu
:
1. Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir
secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
2. Bawaan; yaitu
karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau
informasi.
3. Konsep diri; yaitu
tingkah laku, nilai atau image
seseorang;
4. Pengetahuan; yaitu
informasi khusus yang dimiliki seseorang;
dan
5. Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara
fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan
sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung
lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan
motif lebih tersembunyi dan
lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi
permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan
merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan
dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan. Kelima kompetensi
tersebut dapat diragakan dalam gambar berikut :
Masih
dalam konteks Kurikulum 2004, E. Mulyasa (2002) menyoroti
tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya,
bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang
perlu diperhatikan dalam Kurikulum 2004, yaitu : (1) perbedaan tingkat
kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan
peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
C. Landasan Sosial-Budaya-IPTEK
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu
rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum
menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita
maklum bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk
terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan
semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai
untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta
didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan
masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik
dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan
pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi
terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan
diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh
karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di
masyakarakat.
Setiap
lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri
yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah
satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang
mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai
tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan
lainnya.
Sejalan
dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga
turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk
melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi
di sekitar masyarakat.
Israel
Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan
manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan
membuat peradaban masa yang akan datang.
Pada
awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih
relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang
pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan
dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang
Akal
manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu
yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan
menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi
berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan
abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil
Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Perkembangan
dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi
dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu,
kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan
sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan
kelangsungan hidup manusia.
Berkenaan
dengan pengembangan Kurikulum 2004, Ella Yulaelawati memaparkan kondisi-kondisi
sosiologis yang terjadi saat ini. Dikemukakan, bahwa kurikulum perlu merespons
terhadap perubahan yang terjadi dalam interaksi masyarakat lokal dan
masyarakat global.
Kemajuan
cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir
telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia
sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan
politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan
cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain
itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi.
Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat
beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan
kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana
belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan,
serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Kurikulum juga perlu memuat isu-isu global, seperti : demokrasi, hak
dan kewajiban manusia, isu lingkungan, dan peningkatan konsensus terhadap
nilai-nilai lokal dan universal.
BAB III
KOMPONEN - KOMPONEN
KURIKULUM
Kurikulum
terdiri dari beberapa komponen. Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
menyebutkan empat komponen, yaitu : (1) tujuan; (2) isi atau materi; (3) proses
atau sistem penyampaian dan media, dan (4) evaluasi. Sementara itu, Asep Herry
Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima komponen kurikulum yaitu : (1)
tujuan; (2) materi; (3) metode; (4) organisasi kurikulum; (5) evaluasi.
Sedangkan
dalam Kurikulum 2004 terdapat empat komponen kurikulum, yaitu :
1. Kurikulum
dan Hasil Belajar; memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta
didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun. Kurikulum dan Hasil Belajar ini memuat kompetensi, hasil
belajar, dan indikator dari TK dan RA sampai dengan Kelas XII;
2. Penilaian Berbasis Kelas; memuat prinsip, sasaran dan
pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai
akuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi/hasil belajar yang telah
dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai
serta peta kemajuan belajar peserta didik dan pelaporan;
3. Kegiatan Belajar Mengajar; memuat gagasan-gagasan pokok
tentang pembelajaran dan pengajaran yang untuk mencapai kompetensi yang
ditetapkan serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola
pembelajaran agar tidak mekanistik; dan
4. Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah; memuat berbagai
pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan
mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan pembentukan
jaringan kurikulum (curriculum council), pengembangan perangkat kurikulum
(a.l. silabus), pembinaan profesional tenaga kependidikan, dan pengembangan
sistem informasi kurikulum.
Keempat komponen
Kurikulum 2004 tersebut dapat divisualisasikan sebagai berikut
Masih
dalam konteks Kurikulum 2004, E. Mulyasa (2002) menyoroti
tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta
didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan
karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum 2004, yaitu
: (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan
cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan
kognitif.
. C. Landasan Sosial-Budaya-IPTEK
Kurikulum dapat dipandang
sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum
menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita
maklum bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk
terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan
semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai
untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta
didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan
masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik
dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan
pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi
terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan
diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh
karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di
masyakarakat.
Setiap
lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri
yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah
satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang
mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga
masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama,
budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan
dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga
turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk
melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi
di sekitar masyarakat.
Israel
Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan
manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan
membuat peradaban masa yang akan datang.
Pada
awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih
relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang
pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan
dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang
Akal
manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu
yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan
menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi
berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan
abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil
Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Perkembangan
dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi
dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu,
kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan
sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan
kelangsungan hidup manusia.
Berkenaan
dengan pengembangan Kurikulum 2004, Ella Yulaelawati memaparkan kondisi-kondisi
sosiologis yang terjadi saat ini. Dikemukakan, bahwa kurikulum perlu merespons
terhadap perubahan yang terjadi dalam interaksi masyarakat lokal dan
masyarakat global.
Kemajuan
cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir
telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia
sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada
Pergeseran
tatanan sosial, ekonomi dan politik yang
memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara
kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain
itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi.
Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat
beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan
meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar
(learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta
mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Kurikulum juga perlu memuat isu-isu global, seperti : demokrasi, hak
dan kewajiban manusia, isu lingkungan, dan peningkatan konsensus terhadap
nilai-nilai lokal dan universal.
BAB IV
KOMPONEN - KOMPONEN
KURIKULUM
Kurikulum
terdiri dari beberapa komponen. Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
menyebutkan empat komponen, yaitu : (1) tujuan; (2) isi atau materi; (3) proses
atau sistem penyampaian dan media, dan (4) evaluasi. Sementara itu, Asep Herry
Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima komponen kurikulum yaitu : (1)
tujuan; (2) materi; (3) metode; (4) organisasi kurikulum; (5) evaluasi.
Sedangkan
dalam Kurikulum 2004 terdapat empat komponen kurikulum, yaitu :
1. Kurikulum
dan Hasil Belajar; memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta
didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun. Kurikulum dan Hasil Belajar ini memuat kompetensi, hasil
belajar, dan indikator dari TK dan RA sampai dengan Kelas XII;
2. Penilaian Berbasis Kelas; memuat prinsip, sasaran dan
pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten sebagai
akuntabilitas publik melalui identifikasi kompetensi/hasil belajar yang telah
dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai
serta peta kemajuan belajar peserta didik dan pelaporan;
3. Kegiatan Belajar Mengajar; memuat gagasan-gagasan pokok
tentang pembelajaran dan pengajaran yang untuk mencapai kompetensi yang
ditetapkan serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola
pembelajaran agar tidak mekanistik; dan
4. Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah; memuat berbagai
pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan
mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan pembentukan
jaringan kurikulum (curriculum council), pengembangan perangkat kurikulum
(a.l. silabus), pembinaan profesional tenaga kependidikan, dan pengembangan
sistem informasi kurikulum.
Keempat komponen Kurikulum 2004 tersebut dapat
divisualisasikan sebagai berikut
0 comments:
Post a Comment